Iya
mungkin itu yg sebenarnya hadir dalam diri
Meski
sikap itu tidak baik
Tapi
sebagai manusia biasa yg tidak sempurna, yg tidak luput dari dosa
Saya
anggap ini sebuah hal yg wajar dan mungkin di luar sana banyak yg merasakan hal
yg sama seperti yg saya rasakan
Tidak
sering memang rasa “iri” itu muncul
Kadang
dalam suatu situasi yg kurang kondusif
Menyikapi
isu-isu yg bermunculan akhir-akhir ini jejak-jejak dalam pikiran semakin
menguat untuk dituangkan dalam sebuah tulisan
Inilah
yg ada dalam pikiran saya
Ada
dalam hati saya
Terkadang
saya bingung akan menyampaikan kepada siapa unek-unek dalam diri saya ini
Ya
hanya lewat ini saya bisa sedikit merasa lega
Berbagi
pikiran lewat tulisan
Semoga
bisa dibaca dan bermanfaat
Paling
tidak bisa sebagai sumbangsih pikiran
sebagai
tanda ada respon kritis dari seorang anak muda yg baru belajar atau lebih
tepatnya sedang belajar memahami situasi dan kondisi sosial dan lingkungan
sekitar
kenapa
awal tulisan saya “iri”
cukup
miris ketika saya tahu yg sebenarnya
terjun
di dalamnya
sebuah
pengabdian
pantaskah
posisi ini disebut mengabdi ?
entahlah
...
yg
pasti inilah saya ...
hampir
4 tahun berkutat dalam dunia pendidikan, namun saya bukan seorang guru, saya
hanya seorang tenaga kependidikan,saya mengambil konsentrasi S1 Perpustakaan di
Universitas Terbuka dan mengabdi di sebuah sekolah dasar negeri. Selepas SMA
saya memutuskan untuk langsung mengabdi,
banyak
pengalaman yg sudah didapat
pelajaran
sebagai bekal dalam kehidupan untuk seorang anak seperti saya yg masih berusia
21 tahun
cukup
bermanfaat
namun
disisi lain
hati,
pikiran dan tindakan terkadang bentrok
akankah
saya seperti ini seterusnya ?
diam
dan tetap seperti ini, siapa yg akan merubahnya jika bukan saya sendiri
rasa
sedih sering hadir ketika ternyata perhatian kepada nasib yg seperti saya itu
kurang,
ya
secara umum kepada kami-kami semua yg berstatus wiyata bakti
bagaimana
masa depan kami kelak ?
rasa
iri yg sering hadir ketika mereka (maaf) yg tidak bekerja saja mendapat bantuan
berupa uang tunai,
kami
yg jelas setiap pagi berangkat, pulang siang bahkan sore kenapa masih tetap
seperti ini dengan honor yg minim, hanya Rp 5000 per hari, itu pun diberikan
tiap bulan, dengan kenaikan harga BBM upah kami tetap sama, jika dipikir
kembali, bagaimana upah yg hanya Rp 5000 per hari dpaat membeli BBm yg Rp 8500
per liter
yg
seperti saya mungkin masih jauh beruntung, meski saya bukan berasal dari keluarga
punya tapi ayah saya seorang PNS, meski begitu ayah hanya lulusan SMA yg tentu
hanya menempati golongan terendah, dengan gaji yg pas-pasan untuk membiayai
kuliah saya dan untuk kebutuhan keluarga lainnya, saya jg masih muda, kebutuhan
belum terlalu banyak, paling tidak saya bisa membeli kebutuhan saya sendiri
tanpa meminta pada orangtua, mereka hanya tinggal membiayai kuliah saya, namun
apa selamanya akan seperti itu ? tentu tidak , saya tidak ingin membebani
orangtua seterusnya, saya harus bisa berubah menjadi lebih baik namun bagaimana
dengan keadaan saya sekarang, seakan tidak mendukung ketika melihat kenyataan
di lapangan.
Lalu
mereka yg sudah berkeluarga, memiliki anak bagaimana untuk mencukupi
kebutuhannya?
Yg
seperti saya saja sering kesulitan. Memang jika berbicara masalah rizki sudah
ada yg mengatur namun apa iya dengan berdiam diri saja kita akan mendpaatkan
semuanya, tentu tidak, pasti harus ada usaha untuk mendapatkannya bukan.
Apalagi
isu yg beredar sekarang adalah moratorium CPNS, itu seperti tamparan yg cukup
menyakitkan, saya belum pernah merasakan soal CPNS sekalipun, terkendala
pendidikan yg belum usai. Ya sudah, tak apa. Mungkin di luar sana banyak orang
berkata jika tak harus menjadi PNS, lalu bagaimana kami ini yg sudah mengabdi
lama, tidak masuk K2, hanya mendapat IPK rendah dan tidak dapat mendaftar CPNS
umum ? apakah anda pernah berpikir jika anda dalam posisi seperti kami, dengan
masa depan yg tak jelas, PNS adalah salah satu impian yg ingin kami raih, bukan
karena kami ingin meminta balas jasa, tapi kami hanya ingin apa yg telah kami
usahakan selama ini memuai buah yg manis untuk masa depan kehidupan kami kelak.
Dan jika ada yg mengatakan kenapa mau mengabdi dengan honor kecil, hidup memang
pilihan, kenapa kami tetap bertahan dengan pengabdian ini, karena kami cinta,
seandainya apa yg kami pilih ini salah biarlah kami yg menanggungnya sendiri,
adakalanya kita berpikir untuk kepentingan umum, bukan untuk pribadi kita,
semua orang mungkin mempunyai kesempatan untuk mengabdikan diri tapi tidak
semua orang mampu bertahan dan memiliki jiwa mengabdi, saya percaya mereka yg
sampai saat ini masih bertahan untuk mengabdi adalah orang-orang yg berdedikasi
tinggi untuk masyarakat, mereka tidak ingin pangkat yg tinggi, mereka hanya
ingin sedikit diperhatikan, karena setiap orang tentu berhak untuk mendapatkan
kesejahteraan. Kami bisa saja demo seperti yg dilakukan para buruh disana,
namun rasanya tidak perlu, jika melihat kami berasal dari instansi pemerintahan
tentu akan sangat tidak pantas orang-orang terpelajar, berpendidikan harus
bertindak mengganggu area publik, kami pun sudah cukup lelah dengan keadaan. Yg
sebenarnya kami butuhkan adalah perhatian dari kalian. Pemerintah adalah
satu-satunya harapan karena yg membuat kebijakan adalah mereka. Seandainya ada
space dimana kami dapat menyalurkan aspirasi, menuangkan keluha, menyampaikan
kendala yg kami hadapi hingga kesejahteraan sebenarnya. Kami tidak perlu
jabatan dan pangkat, liriklah kami yg ada di bawah sini, lihatlah keadaan kami,
berilah kami sedikit ruang untuk bertukar pikiran, berbagi keluh kesah dan
mengungkapkan harapan kami.
Curahan
hati -wiyata bakti-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar