Hargailah sebuah proses dalam setiap langkah yang kita lewati karena disanalah kita menyadari adanya sebuah perjuangan bagaimana kita mencapai apa yang telah kita dapatkan kini

Kamis, 04 Desember 2014

Curahan Hati Seorang Wiyata Bakti



Iri ...
Iya mungkin itu yg sebenarnya hadir dalam diri
Meski sikap itu tidak baik
Tapi sebagai manusia biasa yg tidak sempurna, yg tidak luput dari dosa
Saya anggap ini sebuah hal yg wajar dan mungkin di luar sana banyak yg merasakan hal yg sama seperti yg saya rasakan
Tidak sering memang rasa “iri” itu muncul
Kadang dalam suatu situasi yg kurang kondusif
Menyikapi isu-isu yg bermunculan akhir-akhir ini jejak-jejak dalam pikiran semakin menguat untuk dituangkan dalam sebuah tulisan
Inilah yg ada dalam pikiran saya
Ada dalam hati saya
Terkadang saya bingung akan menyampaikan kepada siapa unek-unek dalam diri saya ini
Ya hanya lewat ini saya bisa sedikit merasa lega
Berbagi pikiran lewat tulisan
Semoga bisa dibaca dan bermanfaat
Paling tidak bisa sebagai sumbangsih pikiran
sebagai tanda ada respon kritis dari seorang anak muda yg baru belajar atau lebih tepatnya sedang belajar memahami situasi dan kondisi sosial dan lingkungan sekitar
kenapa awal tulisan saya “iri”
cukup miris ketika saya tahu yg sebenarnya
terjun di dalamnya
sebuah pengabdian
pantaskah posisi ini disebut mengabdi ?
entahlah ...
yg pasti inilah saya ...
hampir 4 tahun berkutat dalam dunia pendidikan, namun saya bukan seorang guru, saya hanya seorang tenaga kependidikan,saya mengambil konsentrasi S1 Perpustakaan di Universitas Terbuka dan mengabdi di sebuah sekolah dasar negeri. Selepas SMA saya memutuskan untuk langsung mengabdi,
banyak pengalaman yg sudah didapat
pelajaran sebagai bekal dalam kehidupan untuk seorang anak seperti saya yg masih berusia 21 tahun
cukup bermanfaat
namun disisi lain
hati, pikiran dan tindakan terkadang bentrok
akankah saya seperti ini seterusnya ?
diam dan tetap seperti ini, siapa yg akan merubahnya jika bukan saya sendiri
rasa sedih sering hadir ketika ternyata perhatian kepada nasib yg seperti saya itu kurang,
ya secara umum kepada kami-kami semua yg berstatus wiyata bakti
bagaimana masa depan kami kelak ?
rasa iri yg sering hadir ketika mereka (maaf) yg tidak bekerja saja mendapat bantuan berupa uang tunai,
kami yg jelas setiap pagi berangkat, pulang siang bahkan sore kenapa masih tetap seperti ini dengan honor yg minim, hanya Rp 5000 per hari, itu pun diberikan tiap bulan, dengan kenaikan harga BBM upah kami tetap sama, jika dipikir kembali, bagaimana upah yg hanya Rp 5000 per hari dpaat membeli BBm yg Rp 8500 per liter
yg seperti saya mungkin masih jauh beruntung, meski saya bukan berasal dari keluarga punya tapi ayah saya seorang PNS, meski begitu ayah hanya lulusan SMA yg tentu hanya menempati golongan terendah, dengan gaji yg pas-pasan untuk membiayai kuliah saya dan untuk kebutuhan keluarga lainnya, saya jg masih muda, kebutuhan belum terlalu banyak, paling tidak saya bisa membeli kebutuhan saya sendiri tanpa meminta pada orangtua, mereka hanya tinggal membiayai kuliah saya, namun apa selamanya akan seperti itu ? tentu tidak , saya tidak ingin membebani orangtua seterusnya, saya harus bisa berubah menjadi lebih baik namun bagaimana dengan keadaan saya sekarang, seakan tidak mendukung ketika melihat kenyataan di lapangan.
Lalu mereka yg sudah berkeluarga, memiliki anak bagaimana untuk mencukupi kebutuhannya?
Yg seperti saya saja sering kesulitan. Memang jika berbicara masalah rizki sudah ada yg mengatur namun apa iya dengan berdiam diri saja kita akan mendpaatkan semuanya, tentu tidak, pasti harus ada usaha untuk mendapatkannya bukan.
Apalagi isu yg beredar sekarang adalah moratorium CPNS, itu seperti tamparan yg cukup menyakitkan, saya belum pernah merasakan soal CPNS sekalipun, terkendala pendidikan yg belum usai. Ya sudah, tak apa. Mungkin di luar sana banyak orang berkata jika tak harus menjadi PNS, lalu bagaimana kami ini yg sudah mengabdi lama, tidak masuk K2, hanya mendapat IPK rendah dan tidak dapat mendaftar CPNS umum ? apakah anda pernah berpikir jika anda dalam posisi seperti kami, dengan masa depan yg tak jelas, PNS adalah salah satu impian yg ingin kami raih, bukan karena kami ingin meminta balas jasa, tapi kami hanya ingin apa yg telah kami usahakan selama ini memuai buah yg manis untuk masa depan kehidupan kami kelak. Dan jika ada yg mengatakan kenapa mau mengabdi dengan honor kecil, hidup memang pilihan, kenapa kami tetap bertahan dengan pengabdian ini, karena kami cinta, seandainya apa yg kami pilih ini salah biarlah kami yg menanggungnya sendiri, adakalanya kita berpikir untuk kepentingan umum, bukan untuk pribadi kita, semua orang mungkin mempunyai kesempatan untuk mengabdikan diri tapi tidak semua orang mampu bertahan dan memiliki jiwa mengabdi, saya percaya mereka yg sampai saat ini masih bertahan untuk mengabdi adalah orang-orang yg berdedikasi tinggi untuk masyarakat, mereka tidak ingin pangkat yg tinggi, mereka hanya ingin sedikit diperhatikan, karena setiap orang tentu berhak untuk mendapatkan kesejahteraan. Kami bisa saja demo seperti yg dilakukan para buruh disana, namun rasanya tidak perlu, jika melihat kami berasal dari instansi pemerintahan tentu akan sangat tidak pantas orang-orang terpelajar, berpendidikan harus bertindak mengganggu area publik, kami pun sudah cukup lelah dengan keadaan. Yg sebenarnya kami butuhkan adalah perhatian dari kalian. Pemerintah adalah satu-satunya harapan karena yg membuat kebijakan adalah mereka. Seandainya ada space dimana kami dapat menyalurkan aspirasi, menuangkan keluha, menyampaikan kendala yg kami hadapi hingga kesejahteraan sebenarnya. Kami tidak perlu jabatan dan pangkat, liriklah kami yg ada di bawah sini, lihatlah keadaan kami, berilah kami sedikit ruang untuk bertukar pikiran, berbagi keluh kesah dan mengungkapkan harapan kami.

Curahan hati -wiyata bakti-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar